Halaman Aktif

Selamat Datang

Belajar Ilmu Penyakit Tumbuhan merupakan blog baru untuk mendukung pembelajaran blended learning mata kuliah Ilmu Penyakit Tumbuhan bagi mahasiswa Faperta Undana. Blog sedang dalam pembuatan sehingga belum dapat menyediakan layanan secara penuh. Silahkan berkunjung kembali untuk memperoleh informasi mengenai fitur layanan dukungan pembelajaran yang diberikan melalui blog ini. Mohon berkenan menyampaikan komentar dengan mengklik tautan Post a Comment di bawah setiap tulisan.

Jumat, 14 Oktober 2022

3.3. Mengamati dan Mengukur Perkembangan Penyakit Tumbuhan di Lapangan

Pada materi 3.2 kita sudah mendiskusikan mengenai proses patogenesis, yaitu proses terjadinya penyakit. faktor-faktor yang mempengaruhi proses patogenesis, dan daur penyakit yang terjadi karena proses patogenesis merupakan proses berulang. Sebagaimana sudah kita diskusikan pada materi tersebut, proses patogenesis bisa terjadi hanya jika faktor-faktor yang berkontribusi dalam mendukung perkembangan penyakit, yaitu patogen yang virulen, inang yang rentan, dan faktor lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan penyakit. Selain itu, manusia merupakan faktor keempat karena dapat mengubah ketiga faktor sebelumnya. Pemahaman mengenai proses tersebut merupakan dasar yang kita perlukan untuk mendiskusikan materi 3.3 ini, yaitu materi mengenai proses monosiklik dan proses polisiklik, cara mengukur penyakit, dan cara mengamati perkembangan penyakit.

3.3.1. MATERI KULIAH

3.3.1.1. Membaca Materi Kuliah

Proses Monosiklik dan Polisiklik
Setiap penyakit menyelesaikan satu daur penyakit dalam waktu yang berbeda-beda, bergantung pada virulensi patogen, kerentanan inang, dan kesesuaian faktor lingkungan. Bergantung pada waktu penyakit mulai menginfeksi dan umum tanaman yang tersisa sejak terjadinya infeksi, konsekuensinya adalah apakah inokulum sekunder masih dapat atau tidak kembali menginfeksi populasi tumbuhan inang yang sebelumnya diinfeksi oleh inokulum primer. Bila waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan daur penyakit singkat maka inokulum sekunder akan berkesempatan kembali menginfeksi populasi tumbuhan inang yang sama, sedangkan bila daur penyakit memerlukan waktu yang lama maka kesempatan tersebut tidak diperoleh karena tumbuhan inang telah dipanen atau mati. Kesempatan inokulum sekunder untuk menginfeksi kembali populasi tumbuhan inang yang sama juga bergantung pada daur hidup patogen. Misalnya, jenis jamur tertentu memerlukan tumbuhan lain sebagai inang penggilir sehingga inokulum sekunder yang dihasilkan dari inang penggilir tidak berkesempatan untuk menginfeksi kembali tanaman inang yang sebelumnya diinfeksi oleh inokulum primer. Pada pihak lain, tanaman tahunan yang berumur panjang sehingga selalu memberikan kesempatan bagi inokulum sekunder untuk kembali menginfeksi.

Gambar 3.3.1.
Proses Monosiklik (Kiri) dan Proses Polisiklik (Kanan) dalam
Perkembangan Penyakit Tumbuhan

Berdasarkan atas tersedianya kesempatan bagi inokulum sekunder untuk menginfeksi kembali populasi tumbuhan inang dari mana inokulum tersebut dihasilkan, proses perkembangan penyakit dibedakan menjadi:
  1. Proses monosiklik (monocyclic process), terjadi bila inokulum sekunder tidak berkesempatan untuk menginfeksi kembali populasi tumbuhan inang dari mana inokulum yang bersangkutan dihasilkan;
  2. Proses polisiklik (polycyclic process), terjadi bila inokulum sekunder berkesempatan untuk kembali menginfeksi populasi tumbuhan inang dari mana inokulum yang bersangkutan dihasilkan.

Penyakit-penyakit tumbuhan yang perkembangannya berlangsung melalui proses monosiklik disebut penyakit-penyakit monosiklik (monocyclic diseases), misalnya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen bawaan tanah pada umumnya (busuk kering fusarium aneka kacang, fusarium dry rot of beans yang disebabkan oleh jamur Fusarium solani f.sp. phaseoli (Burkh.) W.C. Snyder & H.N. Hansen (1941)), penyakit-penyakit pascapanen (penyakit busuk coklat buah batu, brown rot of stone fruits yang disebabkan oleh jamur Monilinia fructicola (G.Winter) Honey (1928), M. laxa (Aderh. & Ruhland) Honey (1945), dan M. fructigena Honey (1945)), dan penyakit-penyakit karat demisiklik (karat cedar-apel, cedar apple rust yang disebabkan oleh jamur karat Gymnosporangium juniperi-virginianae Schwein. (1822)). Sebaliknya Penyakit-penyakit tumbuhan yang perkembangannya berlangsung melalui proses polisiklik disebut penyakit-penyakit polisiklik (polycyclic diseases), misalnya penyakit-penyakit dengan inokulum terbawa udara atau terbawa air antara lain penyakit hawar lambat kentang dan tomat (late blight of potato and tomato) yang disebabkan oleh Phytophthora infestans (Mont.) de Bary. Penyakit tumbuhan tertentu lainnya berkembang melalui proses monosiklik dan proses polisiklik sekaligus, misalnya penyakit kudis apel (apple scab) yang disebabkan oleh jamur Venturia inaequalis (Cooke) G.Winter (1875).

Seorang pakar ilmu penyakit tumbuhan, Van der Plank, menggunakan istilah penyakit-penyakit bunga tunggal (simple interest diseases) untuk penyakit-penyakit monosiklik dan penyakit-penyakit bunga berbunga (multiple interest diseases) untuk penyakit-penyakit polisiklik, mengibaratkan inokulum sekunder sebagai bunga tabungan di bank yang dapat berupa bunga harian, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Bila bunga bank dihitung bulanan dan tabungan ditutup pada akhir bulan maka bunga hanya diperoleh satu kali (bunga tunggal). Bila bunga bank dihitung harian maka bunga ditambahkan setiap hari sebagai modal sehingga jumlah modal terus bertambah dari bunga yang kembali disetorkan sebagai modal (bunga berbunga). Kedua kategori penyakit ini menimbulkan konsekuensi yang berbeda dalam kaitan dengan perkembangan populasi penyakit dalam waktu dan ruang, yang menjadi pokok bahasan mata kuliah epidemiologi penyakit tumbuhan.

Tumbuhan inang dapat terinfeksi oleh bukan hanya satu inokulum primer. Akibatnya, pada satu individu tumbuhan inang dapat terjadi lebih dari satu daur penyakit yang masing-masing dimulai oleh inokulum primer. Selain itu, pada penyakit-penyakit polisiklik, tumbuhan inang juga dapat kembali terinfeksi oleh inokulum sekunder. Hasilnya adalah pada satu individu tumbuhan inang dapat terjadi banyak gejala penyakit yang sama dan/atau tanda patogen yang sama dalam waktu yang hampir bersamaan. Selain itu, pada satu hamparan pertanaman terdapat banyak individu tumbuhan inang yang masing-masing juga dapat terinfeksi oleh inokulum primer dalam waktu yang hampir bersamaan menghasilkan lebih banyak gejala penyakit yang sama dan/atau tanda patogen yang sama. Jumlah gejala penyakit yang sama dan/atau tanda patogen yang sama, baik yang timbul pada satu individu tumbuhan inang maupun pada seluruh tumbuhan inang yang sama dalam satu hamparan disebut populasi penyakit. Meskipun gejala suatu penyakit bukan merupakan mahluk hidup, penyebab penyakit merupakan mahluk hidup. Karena itu, gejala penyakit yang ditimbulkan oleh mahluk hidup patogenik dapat dianalogikan sebagai populasi. Perkembangan penyakit berkaitan dengan perubahan populasi penyakit tersebut. Perubahan dapat terjadi dalam kaitan dengan waktu, yaitu bertambah atau berkurangnya populasi penyakit dari satu waktu ke waktu berikitnya. Perubahan juga dapat terjadi dalam ruang, yaitu bertambah atau berkurangnya populasi penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya dalam ruang. Perubahan populasi gejala penyakit dalam waktu dan dalam ruang tersebut dikenal sebagai perkembangan penyakit.

Bagaimana Cara Mengukur Penyakit?
Mengukur penyakit tumuhan dilakukan dengan cara mengukur populasi gejala penyakit tumbuhan. Untuk dapat mengukur populasi gejala penyakit tersebut, kita perlu mengkategorikan gejala penyakit tumbuhan sebagai berikut:
  1. Gejala sistemik, yaitu gejalayang pada mulaanya terjadi secara lokal, tetapi dalam perkembangannya menyebar sampai pada organ yang letaknya jauh dari titik infeksi, dan bahkan di seluruh permukaan tanaman, sebagai akibat dari tertranslokasinya patogen dalam pembuluh angkut, contohnya adalah gejala penyakit bulai, yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora spontanea (W. Weston) C.G. Shaw pada jagung, yang merupakan gejala nekrotik, tetapi bersifat sistemik dan ukurannya meluas dengan cepat, meskipun tidak langsung mematikan tanaman (Gambar 3.3.2a). 
  2. Gejala lokal yang mematikan dengan cepat, baik karena menginfeksi bagian akar atau pangkal batang tanaman, atau pada bagian lainnya, tapi berkembang dengan sangat cepat sehingga mematikan tanaman dengan cepat, contohnya adalah gejala penyakit busuk akar dan kemunduran batang monosporascus (monosporascus root rot and vine decline), yang disebabkan oleh jamur Monosporascus cannonballus Pollack & Uecker, pada tanaman melon atau semangka, yang juga merupakan gejala nekrotik dan lokal, tetapi terjadi pada batang sehingga mematikan tanaman dengan sangat cepat (Gambar 3.3.2b).
  3. Gejala lokal yang bentuk dan ukurannya relatif seragam, tetapi berkembang terutama dengan bertambahnya jumlah gejala, contohnya adalah gejala penyakit bercak daun dini yang disebabkan oleh jamur Cercospora arachidicola Hori dan bercak daun lambat yang disebabkan oleh jamur Mycosphaerella berkeleyi W.A. Jenkins (sin. Cercosporidium personatum (Berk. & M.A. Curtis) Deighton) pada tanaman kacang tanah (Gambar 3.3.2c);
  4. Gejala lokal yang bentuk dan ukurannya berubah seiring waktu, sehingga pada akhirnya menghasilkan gejala dengan ukuran yang sangat berbeda-beda, contohnya adalah gejala jamur Pseudoperonospora cubensis (Berkeley & Curtis) Rostovtsev pada tanaman jenis-jenis labu, yang juga merupakan gejala nekrotik, lokal, tidak langsung mematikan, tetapi ukurannya meluas dengan cepat sehingga bercak yang satu menjadi bergabung dengan bercak lainnya membentuk bercak besar tidak beraturan (Gambar 3.3.2d).
Tanda patogen juga sangat beragam, bergantung pada karakteristik patogen dan gejala penyakit di mana tanda patogen berkembang, pada dasarnya juga dapat kita kategorikan sebagaimana kategori gejala penyakit di atas.

Gambar 3.3.2.
Kategori Perkembangan Gejala Penyakit
Dalam menggunakan gejala penyakit tumbuhan sebagai ukuran penyakit tumbuhan, pertanyaan yang kemudian timbul adalah bagaimana menggunakan satuan yang bentuk dan ukurannya sedemikian beragam? Bukankah satuan seharusnya seragam? Meter sebagai satuan panjang, misalnya, berukuran sama di mana pun digunakan. Untuk mengatasi permasalahan ini, pakar ilmu penyakit tumbuhan mengembangkan konsep kejadian penyakit (disease incidence) dan keparahan penyakit (disease severity). Kedua variabel pengukuran penyakit tersebut pada dasarnya merujuk pada konsep yang sama, yaitu perbandingan relatif antara bagian bergejala penyakit dan/atau bertanda patogen terhadap keseluruhan bagian tumbuhan inang. Perbedaannya terletak pada cara pengamatan terhadap bagian tumbuhan inang bergejala penyakit dan/atau bertanda patogen, dengan mempertimbangkan karakteristik gejala penyakit dan tanda patogen. Kedua konsep pengukuran penyakit ini secara bersama-sama juga disebut intensitas penyakit (disease intensity).

Untuk menentukan yang mana akan kita gunakan untuk mengukur populasi penyakit, kita pilih kejadian atau keparahan penyakit bergantung pada kategori perkembangan dari gejala penyakit yang kita amati. Untuk gejala penyakit yang berkembang menurut kategori dan kategori 1 dan kategori 2, kita gunakan ukuran kejadian penyakit karena pada kedua kategori perkembangan gejala penyakit ini, tumbuhan inang pada akhirnya akan mati atau setidak-tidaknya tidak akan dapat berproduksi sebagaimana diharapkan sehingga tidak ada gunanya bersusah-susah menghitung jumlah bercak atau menaksir luas permukaan bergejala penyakit. Pengukuran kejadian penyakit kita lakukan dengan salah satu dari dua cara sebagai berikut:
  1. Bila gejala lokal terjadi pada akar, pangkal batang, atau bagian tumbuhan lainnya atau gejala merupakan gejala sistemik, tetapinya dapat mematikan tanaman dalam waktu singkat, kita mengukur kejadian penyakit dengan cara menghitung jumlah individu tanaman inang bergejala dan kemudian dari hasil penghidungan tersebut, kita mengukur kejadian penyakit sebagai proporsi atau persentase jumlah individu tumbuhan bergejala terhadap jumlah seluruh individu tanaman inang yang kita amati. 
  2. Bila gejala lokal atau sistemik pada akhirnya mematikan hanya organ tertentu dari tanaman inang, tidak mematikana individu tanaman secara keseluruhan, kita mengukur kejadian penyakit dengan cara menghitung jumlah organ bergejala per individu tanaman inang bergejala dan kemudian dari hasil penghidungan tersebut, kita mengukur kejadian penyakit sebagai proporsi atau persentase jumlah organ bergejala terhadap jumlah seluruh organ yang kita amati per individu tanaman yang kita amati. 
Untuk gejala penyakit yang berkembang menurut kategori 3 dan kategori 4, kita gunakan ukuran keparahan penyakit sebagai berikut:
  1. Bila perkembangan gejala terjadi menurut kategori 3, kita hitung jumlah bercak per helai daun kemudian berdasarkan pada jumlah bercak per helai daun, kita pilih jumlah bercak maksimum sebagai pembagi untuk menentukan keparahan penyakit sebagai proporsi atau persentase jumlah bercak setiap helai daun terhadap jumlah bercak maksimum. 
  2. Bila perkembangan gejala terjadi menurut kategori 4, kita lakukan penaksiran proporsi atau persentase luas permukaan bergekala terhadap permukaan total dan kemudian menghitung kejadian penyakit dengan cara menghitung nilai rata-rata proporsi atau persentase permukaan bergejala dari seluruh hasil seluruh penaksiran yang kita peroleh 
Lalu, di antara kedua ukuran penyakit tersebut, manakah yang lebih tepat dan teliti? Jawaban terhadap pertanyaan ini bergantung pada karakteristik gejala penyakit. Untuk penyakit-penyakit dengan gejala lokal yang jumlah gejalanya bervariasi dan ukuran gejalanya berubah dengan cepat, ukuran yang lebih tepat dan teliti tentu saja keparahan penyakit. Sebaliknya, penyakit-penyakit yang mematikan tumbuhan inang dengan cepat atau yang gejalanya bersifat sistemik dapat diukur dengan tepat dan teliti menggunakan ukuran kejadian penyakit. Oleh karena itu, dalam merencanakan cara mengukur penyakit pada saat meneliti penyakit tumbuhan tertentu, terlebih dahulu perlu dipertimbangkan karakteristik gejala penyakit dan/atau tanda patogen, sebelum menentukan apakah penyakit akan diukur dengan menggunakan ukuran kejadian atau keparahan penyakit.

Di antara cara-cara pengukuran penyakit di atas, pengukuran keparahan penyakit dengan cara menaksir proporsi atau persentase luas permukaan daun berbercak terhadap luas permukaan total helai daun merupakan cara yang paling tidak mudah. Silahkan coba taksir, berapa persen luas permukaan daun bergejala bercak terhadap luas permukaan daun total pada Gambar 3.3.2c. Tidak mudah, bukan? Untuk membantu pengukuran keparahan penyakit dengan cara penaksiran, digunakan diagram luas acuan (standard area diagram), baik yang didasarkan pada luas gejala penyakit maupun luas tanda patogen. Sebagai contoh adalah diagram luas acuan untuk menentukan keparahan penyakit bakteri daun bergaris pada tanaman jagung yang didasarkan pada luas gejala penyakit (Gambar 3.3.3a) dan diagram luas acuan untuk menentukan keparahan penyakit karat pada tanaman kedelai yang didasarkan pada luas tanda penyakit (Gambar 3.3.3b). Untuk menggunakan diagram luas acuan ini, pengamatan dilakukan dengan cara membandingkan daun bergejala penyakit yang sedang idmatai dengan diagram luas acuan dan kemudian memilih nilai keparahanberdasarkan pada diagram luas acuan yang paling sesuai.

Gambar 3.3.3.
Contoh Diagram Luas Acuan (Standard Area Diagram)

Kejadian dan keparahan penyakit juga sering diukur dengan cara memberikan angka skor, misalnya 1=sangat ringan, 2=ringan, 3=sedang, 4=berat, dan 5=sangat berat. Namun perlu diperhatikan bahwa anangka skor bukan merupakan angka berskala rasion sebagaimana angka yang diperoleh dengan cara menentukan kejadian atau keparahan penyakit, melainkan angka yang berskala ordinal. Dalam angka yang berskala ordinal, skor 4 menyatakan lebih parah dari skor 3, skor 4, skor 2, dan skor 1, tetapi tidak berarti 2 kali lebih parah dari skor 2 atau 4 kali lebih parah dari skor 1 karena selirih satu angka antara dua skor berturut-turut sebenarnya tidak bernilai sama. Sebenarnya boleh saja menggunakan skor, tetapi sebatas memberikan peringkat, bukan kemudian skor diubah ke dalam persentase intensitas penyakit dengan menggunakan rumus:
di mana I=intensitas penyakit, n=jumlah sampel dengan skor yang sama, v=skor penyakit, Z=jumlah seluruh sampel, N=skor penyakit tertinggi,  sigma=penjumlahan bertuurut-turut, dan 100=angka untuk mengubah skor menjadi persentase. Rumus di atas sebenarnya diperlukan untuk menghitung nilai kejadian atau nilai keparahan hasil pengamatan terhadap sejumlah satuan sampel, di mana v adalah nilai kejadian atau keparahan penyakit pada setiap sampel dan N adalah nilai kejadian atau keparahan penyakit terteinggi dari seluruh sampel.

Seiring dengan kemajuan teknologi komputasi, penentuan intensitas penyakit kini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengambilan citra foto (imaging techniques) sebagaimana diuraikan pada sebuah artikel usalan dan penggunaan pendekatan deep learning terhadap citra foto gejala melalui pemrosesan komputer sebagaimana diuraikan pada artikel lainnya

Bagaimana Mengamati Perkembangan Penyakit di Lapangan?
Untuk mengamati perkembangan penyakit di lapangan, kita lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Menentukan penyakit apa yang kita akan amati pada tanaman apa. Berdasarkan pada penyakit yang kita amati, kita menentukan kategori perkembangan gejala penyakit tersebut, apakah merupakan kategori 1, kategori 2, kategori 3, atau kategori 4.
  2. Menentukan ukuran apa yang akan kita gunakan, apakah kejadian penyakit atau keparahan penyakit berdasarkan pada kategori perkembangan penyakit yang sudah kita tentukan pada langkah 1.
  3. Menentukan satuan pengamatan, apakah merupakan individu tanaman atau organ tanaman. Satuan pengamatan individu tanaman kita pilih jika kita akan melakukan pengamatan dengan menggunakan ukuran kejadian penyakit dan penyakit yang kita ukur kejadiannya dapat mematikan individu tanaman, sedangkan satuan pengamatanorgan tanaman kita pilih jika akan melakukan pengamatan kejadian penyakit dengan menghidung jumlah organ bergejala atau jika akan melakukan pengamatan keparahan penyakit.
Langkah berikutnya adalah menentukan cara mengambil sampel, yaitu menentukan di mana satuan pengamatan akan kita tempatkan untuk melakukan pengamatan. Untuk ini kita perlu memahami statistika dalam kaitan dengan teori pengambilan sampel dari populasi. Dalam pengamatan penyakit di lapangan, seluruh individu tanaman jenis yang kita tentukan merupakan populasi. Populasi tanaman yang kita amati terdiri atas tanaman sehat maupun tanaman sakit. Karena jumlah individu tanaman dalam satu populasi sangat banyak, kita tidak mungkin mengamatinya satu per satu. Oleh karena itu kita perlu menentukan beberapa individu tanaman untuk kita amati. Individu-individu tanaman yang kita amati sebagai wakil dari seluruh individu tanaman dalam populasi kita sebut sebagai tanaman sampel. Agar tanaman sampel dapat mewakili seluruh individu tanaman dalam populasi diperlukan dua hal sebagai berikut:
  1. Kita perlu mengambil setiap individu tanaman secara acak (at random); dan
  2. Kita perlu mengambil individu tanaman dalam jumlah minimum tertentu.
Pengambilan tanaman sampal dengan cara sebagaimana tersebut di atas disebut pengambilan tanaman sampel secara acak. Namun untuk mengambil individu tanaman secara acak, kita perlu mengacak setiap individu tanaman dalam populasi, yang tidak mungkin dapat kita lakukan. Keberadaan penyakit di lapangan juga tidak menyebar secara acak karena individu tanaman di dekat tanaman sakit lebih berpeluang menjadi sakit lebih dahulu daripada individu tanaman yang berada jauh dari individu tanaman sakit sehingga penyakit cenderung menyebar secara mengelompok (clumping). Untuk mengatasi kesulitan ini, pengambilan tanaman sampel dalam pengamatan penyakit di lapangan biasanya dilakukan dengan menggunakan rancangan pengambilan sampel sistematik, yaitu dengan menentukan individu tanaman sampel pertama secara acak (misalnya dengan melemparkan label sampel sambil menutup mata) dan kemudian menentukan tanaman sampel berikutnya dengan menggunakan kriteria tertentu, misalnya setiap selang beberapa individu dari tanaman sampel pertama pada baris tanaman tertentu dan kemudian setiap selang berapa baris untuk tanaman sampel selanjutnya.

3.3.1.2. Mengunduh dan Membaca Pustaka
Untuk mendalami materi kuliah ini, silahkan klik tautan (link) yang diberikan pada materi kuliah dan membaca pustaka sebagai berikut:
Setiap mahasiswa wajib mengunduh dan membaca pustaka kuliah untuk mendalami materi kuliah dan melaporkan melalui Laporan Melaksanakan Kuliah.

Kembali membaca Materi Kuliah 3.2. Patogenesia, Faktor yang Mempengaruhi, dan Daur Penyakit Tumbuhan, sebelum mengerjakan TUGAS KULIAH dan ADMINISTRASI PELAKSANAAN KULIAH di bawah ini.

3.3.2. TUGAS KULIAH

3.3.2.1. Mendiskusikan dengan Cara Membagikan Materi Kuliah
Setelah membaca materi kuliah, silahkan bagikan materi kuliah melalui media sosial yang dimiliki disertai dengan mencantumkan status tertentu, misalnya "Saya sekarang sudah tahu bahwa ternyata pengetahuan terdiri atas beberapa macam ... dst." Untuk membagikan lauar klik tombol Beranda dan kemudian klik tombol pembagian memalui media sosial dengan mengklik tombol media sosial yang tertera di sebelah kanan judul materi kuliah. Jika media sosial yang dimiliki tidak tersedia dalam ikon yang ditampilkan, klik ikon paling kanan untuk membuka ikon media sosial lainnya. Materi kuliah dibagikan paling lambat pada Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

3.3.2.2. Mendiskusikan dengan Cara Menyampaikan dan/atau Menanggapi Komentar
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apakah memperoleh pengetahuan dengan menggunakan pendekatan ilmiah mempunyai kelebihan dan kelemahan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

3.3.2.3. Mengerjakan dan Melaporkan Projek
Untuk mengerjakan projek kuliah ini, pastikan telah mengerjakan projek materi kuliah 3.1. Selanjutnya silahkan mengerjakan projek materi kuliah ini dengan memilih satu macam penyakit pada daun tanaman pisang dengan gejala yang mirip dengan gejala penyakit kompleks sigatoka (sigatoka disease complex). Sebelum melanjutkan, silahkan periksa foto gejala penyakit sigatoka komplek pada artikel Comparative Genomics of the Sigatoka Disease Complex on Banana Suggests a Link between Parallel Evolutionary Changes in Pseudocercospora fijiensis and Pseudocercospora eumusae and Increased Virulence on the Banana Host (Fig. 1). Selanjutnya silahkan mengerjakan tugas dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Unduh buku Sigatoka Leaf Spot Disease on Banana Laboratory Diagnostics Manual lalu bandingkan gejala penyakit yang ditemukan dengan gejala penyakit sigatoka hitam, sigatoka kuning, dan bercak eumusa. Setelah membandingkan, tentukan gejala yang ditemukan lebih menyerupai gejala penyakit sigatoka kompleks yang mana.
  2. Lakukan pengambilan foto satu helai daun bergejala pada beberapa helai daun berbeda dengan menggunakan aplikasi OpenCamera lalu unggah satu foto yang memperlihatkan gejala paling menyerupai gejala dalam buku yang diunduh pada butir 1.
  3. Baca uraian mengenai daur penyakit (disease cycle) pada buku yang diunduh pada butir 1 lalu uraikan daur hidup penyakit dengan menggunakan kata-kata sendiri. 
  4. Pilih satu kultivar pisang yang menunjukkan gejala paling parah lalu lakukan pengamatan pada 1 batang tanaman masing-masing pada 5 rumpun yang berbeda. Hitung jumlah daun total dan jumlah daun bergejala pada setiap batang tanaman lalu tentukan persentase daun bergejala masing-masing. Tentukan apakah pengamatan dengan cara ini menghasilkan kejadian penyakit atau keparahan penyakit?
  5. Pilih salah satu batang yang telah diamati pada butir 4 lalu lakukan pengamatan pada setiap helai daun dengan menggunakan diagram berskala pada bagian belakang artikel Trials of FHIA Bananas for Performance and for Resistance to Black Leaf Streak in Pohnpei, Federated States of Micronesia sebagai pembanding dan menentukan nilai persentase helai daun bergejala untuk setiap helai daun yang diamati. Berdasarkan pada nilai persentase setiap helai daun, tentukan nilai persentase rata-rata untuk semua helai daun, termasuk helai daun yang tidak bergejala (persentase bergejala = 0). Tentukan apakah pengamatan dengan cara ini menghasilkan kejadian penyakit atau keparahan penyakit?
Silahkan menggunakan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan 1-3 untuk mengerjakan Laporan Melaksanakan Kuliah paling lambat pada Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 24.00 WITA.

3.3.3. ADMINISTRASI PELAKSANAAN KULIAH

Sebagai pertanggunjawaban adominsitasi bahwa kuliah sudah dilaksanakan, silahkan menandatangani daftar hadir dan memasukkan laporan mengerjakan projek kuliah sebagai berikut:
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 7 Oktober 2023 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa untuk memastikan daftar hadir sudah ditandatangani;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan, silahkan periksa untuk memastikan laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada 2 September 2022, belum pernah diperbarui.

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

15 komentar:

  1. Bagaimana patogen yang virulen mempengaruhi perkembangan penyakit?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Patogen yang virulen mempengaruhi perkembangan penyakit tergantung pada struktur genetikanya yang dapat berubah karena tekanan faktor seleksi alam maupun karena tindakan manusia. Tanaman yang virulen mempengaruhi perkembangan penyakit dengan cara menginfeksi tanaman.

      Hapus
  2. 1.proses monosiklik (monocyclic process), terjadi bila inokulum sekunder tidak berkesempatan untuk menginfeksi kembali populasi tumbuhan inang dari mana inokulum yang bersangkutan dihasilkan;
    2.Proses polisiklik (polycyclic process), terjadi bila inokulum sekunder berkesempatan untuk kembali menginfeksi populasi tumbuhan inang dari mana inokulum yang bersangkutan dihasilkan.

    BalasHapus
  3. sebutkan contoh-contoh dari penyakit polisiklik dan monosiklik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Contoh penyakit-penyakit polisiklik (polycyclic diseases), misalnya penyakit-penyakit dengan inokulum terbawa udara atau terbawa air antara lain penyakit hawar lambat kentang dan tomat (late blight of potato and tomato) yang disebabkan oleh Phytophthora infestans (Mont.) de Bary. Sedangkan contoh Penyakit-penyakit tumbuhan yang perkembangannya berlangsung melalui proses monosiklik misalnya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen bawaan tanah pada umumnya (busuk kering fusarium aneka kacang, fusarium dry rot of beans yang disebabkan oleh jamur Fusarium solani f.sp. phaseoli (Burkh.) W.C. Snyder & H.N. Hansen (1941)

      Hapus
  4. Apa perbedaan variabel pengukuran kejadian penyakit (disease incidence) dan keparahan penyakit (disease severity) ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perbedaannya terletak pada cara pengamatan terhadap bagian tumbuhan inang bergejala penyakit dan/atau bertanda patogen, dengan mempertimbangkan karakteristik gejala penyakit dan tanda patogen.

      Hapus
  5. Sebutkan jenis-jenis teknik sampling!

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
      2. Sampling Acak Sistematis (Systematic Random Sampling)
      3. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)
      4. Sampling Rumpun (Cluster Sampling)
      5. ampling Bertahap (Multistage Sampling)

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  6. Apa yang anda ketahui tentang faktor penyebab penyakit tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penyakit pada tanaman terjadi karena adanya interaksi antara tiga factor utama yaitu factor tumbuhan atau inang, faktor organisme pengganggu tumbuhan atau pest dan tentu saja lingkungan sekitar tanaman

      Hapus
  7. Mohon memberikan contoh mengenai proses monosiklik dan polisiklik

    BalasHapus